Warga Negara Sipil Adalah
Demonstrasi dijamin oleh Undang-Undang
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, negara menjamin bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat merupakan hak setiap warga negara.
Dalam Bab I Pasal 1, dijelaskan bahwa demonstrasi atau unjuk rasa adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.
Bahkan, dalam UU tersebut juga dituliskan bahwa pihak berwenang, dalam hal ini Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan dan pengamanan terhadap para pelaku atau peserta demonstrasi.
Selain itu, menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
"Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang".
Hal ini sejalan dengan Pasal 9 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi manusia yang menekankan tentang kebebasan setiap individu untuk mengeluarkan pendapat tanpa ada gangguan. Dalam pasal tersebut, rakyat juga dijamin untuk dapat menyampaikan pendapat dengan cara apa pun dan tidak memandang batas-batas.
Dari dasar hukum tersebut, jelas bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk menyampaikan pendapatnya, termasuk dengan cara demonstrasi, di mana seluruhnya sudah dijamin oleh Undang-Undang.
Partisipasi setiap individu merupakan perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi.
Aturan bagi mereka yang berdemonstrasi
Meskipun terdapat jaminan kebebasan berpendapat melalui demonstrasi maupun aksi lainnya, rakyat juga memiliki tanggung jawab untuk menaati aturan yang berlaku.
Sesuai dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, berikut kewajiban warga negara yang ingin menyalurkan pendapatnya di muka umum:
Masyarakat juga berhak berperan dan bertanggung jawab untuk memastikan penyampaian pendapat di muka umum dapat berlangsung secara aman, tertib, dan damai.
Selanjutnya, dalam Pasal 7 diterangkan dengan jelas, aparat pemerintah wajib untuk melindungi hak asasi manusia, menghargai asas legalitas, menghargai prinsip praduga tidak bersalah, dan menyelenggarakan keamanan.
Dengan demikian, kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum merupakan kebebasan berekspresi dari rakyat untuk menyuarakan pendapat atau ketidakpuasan mereka atas rezim yang sedang berkuasa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News
Seorang warga sipil adalah berkenaan dengan penduduk, Masyarakat atau rakyat (bukan militer)[1]. Bedasarkan Konvensi Jenewa IV, perlindungan umum yang diberikan kepada penduduk sipil tidak boleh dilakukan secara diskriminatif, dalam segala keadaan, penduduk sipil atas penghormatan pribadi, hak kekeluargaan, kekayaan dan praktek ajaran agamanya[2].
seseorang yang bukan merupakan anggota militer atau dari angkatan bersenjata. Menurut Konvensi Jenewa Keempat, merupakan sebuah kejahatan perang untuk menyerang seorang warga sipil yang tidak sedang melakukan penyerangan secara sengaja atau menghancurkan atau mengambil kepemilikan milik seorang warga sipil secara tidak perlu.
Meskipun begitu, barang milik seorang warga sipil boleh dihancurkan jika ada tujuan militer; barang milik seorang warga boleh disita untuk keperluan militer; dan kerusakan secara tidak sengaja merupakan sesuatu yang dapat diterima dalam suatu perang.
Dalam praktiknya, siapa yang boleh disebut sebagai pihak pejuang dan non-pejuang kadang menjadi persoalan yang rumit, terutamanya dalam perang gerilya di mana para pejuang gerilya menerima dukungan penduduk lokal. Kadang menjadi perdebatan bahwa perbedaan antara warga sipil dan militer dan ketidak senangan terhadap penyerangan terhadap warga sipil merupakan refleksi dari sikap Barat terhadap perang; bagi komunitas lainnya hal ini bukan merupakan suatu masalah, malah mereka menganggap strategi perang pihak Barat seperti pengeboman strategis sebagai hal yang tidak disenangi.
Di luar hal itu, ada 188 negara yang mengikuti Konvensi Jenewa (per 31 Desember 1996) termasuk negara-negara non-Barat yang telah terlibat konflik sejak 12 Agustus 1946, hari ditetapkannya Konvensi tersebut, misalnya Afganistan, Kamboja, Tiongkok, Kongo, India, Iran, Irak, Yordania, kedua-dua negara Korea, Kuwait, Laos, Rwanda, Suriah dan Vietnam.
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Wenn dies deiner Meinung nach nicht gegen unsere Gemeinschaftsstandards verstößt,
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Diksi populer tersebut pertama kali dicetuskan oleh Abraham Lincoln pada 1863 silam. Ucapan tersebut ia gaungkan saat berpidato di Gettysburg, yang kemudian menjadi ungkapan populer di dunia dan merujuk pada sistem demokrasi.
Menurut KBBI, demokrasi sendiri bermakna pemerintahan rakyat atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantara wakilnya.
Melalui definisi tersebut, sudah jelas bahwa sistem demokrasi memiliki kekuasaan yang mutlak dipegang oleh rakyat dengan memilih para wakil untuk mewakili suara masyarakat di parlemen.
Namun, demokrasi acap kali dinodai oleh segelintir oknum yang ingin merusak tatanan aslinya. Di Indonesia, masyarakat memiliki hak untuk menuntut wakil rakyat yang menyelewengkan tugasnya.
Sebagai negara demokrasi, Indonesia menjamin kebebasan setiap individu untuk menyampaikan ketidakpuasannya terhadap sistem yang berlaku.
Penyampaian pendapat tersebut dapat disampaikan melalui lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas, asalkan bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Salah satu bentuk kemerdekaan berpendapat adalah demonstrasi. Lalu, bagaimana hukum Indonesia memandang hal tersebut? Apakah negara menjamin bahwa demonstrasi merupakan hak setiap warga negaranya?